Friday, January 18, 2008

One Step to Heaven

Hempasan karbondioksida mengalir perlahan dari paru2 sehelai jiwa, pada sore hari di sudut sempit ruang dunia. Hatinya gundah mengenang sebuah janji dan ketidakpastian. Ada sebuah keinginan untuk terus menikmati hidangan kebimbangan ini, karena bagaimanapun pahitnya hidangan itu, racikan bumbunya tetap syahdu untuk dikenang….

Adakah yang lebih menggelitik daripada kisah ini…?

Langkah sang surya yang beranjak meninggalkan hari menemani angannya yang liar mencari tempat teduh untuk sekedar bersandar. Lama ia berlari dari satu tempat ke tempat lain… menyambangi berbagai gubuk dan istana… hingga akhirnya ia letih….bosan…..

“sungguh hina semua tempat ini…. Sungguh sia-sia semua penjelajahan ini…. Dimanakah keteduhan itu…. Kemanakah keagungan itu….”

Dan seketika kemuliaan pun muncul, menghiburnya dan membuatnya kembali tersenyum. Guratan kepedihan pun beranjak menjauh, tersingkir dan merasa malu. Karena esok surya kan kembali menyingsing. Dan hari baru akan memperkenalkan jiwa pada harapan baru.

Dan adakah yang lebih baik dari itu….?

Thursday, January 17, 2008

Why....?

Matahari bergerak beranjak menuju singgasananya, bersiap untuk memamerkan semua kegagahannya. Keangkuhan cahayanya akan segera menandingi kesombongan ummat yang dinaungi olehnya di muka bumi. Aku berada di lantai 7 sebuah menara megah, tempat penting yang bertanggung jawab luas memajukan peradaban bangsa. Kusandarkan pundakku pada sebuah kursi yang nyaman di ujung ruangan. aku biarkan mataku berlari berkeliling menatap segala hal yang menariknya untuk diperhatikan lebih dalam. Aku tidak sendiri disana ada 4 orang lain yang menemaniku. 4 wajah yang telah kukenal sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di kampus ini. Seketika anganku terbang melintas waktu, ke massa2 awal aku dan 4 temanku itu berkawan... aku mengenang btapa beberapa di antara mereka hidup dalam kesederhanaan dan menikmati waktu berjuang mereka ketika mereka harus bersabar dalam antrian memohon keringanan biaya kuliah atau beasiswa. aku senang melihat mereka kini, Allah telah melimpahkan Rahmat ke atas mereka sehingga mereka tidak perlu lagi berfikir dua kali untuk makan di kantin FE. Aku jadi merasa bahwa satu lagi masalah bangsa telah teratasi.

Namun dalam beberapa detik pandangan itu kembali runtuh, tiba 2 ada seseorang di ujung line teleponku yang sedang merasa cemas akan dirinya, dia begitu khawatir akan kelangsungan pendidikannya di UI, cuma karena satu hal yang seharusnya bisa dianggap remeh oleh bangsa se- beruntung Indonesia : biaya..... dan telah kepelajari bahwa dia bukanlah satu2nya mahasiswa di kampus ini yang sedang merasa cemas.... Why...? kenapa...? kenapa kampus yang megah ini tidak bisa menjamin ketenangan hati dari warganya, yang juga tanggung jawabnya...? kenapa negeri yang berlimpah rahmat keatasnya ini tidak bisa memastikan terpenuhinya kehausan jiwa2 yang ada di dalamnya akan ilmu....? lalu apa yang terjadi dengan hamparan mutiara hitam di kalimantan sana...? Apa yang terjadi dengan emas dan emas hitam yang selama ini di gali dari dalam perut bumi...? apa yang sedang terjadi pada bangsa ini... ?

Siapakah yang berhak dan wajib menjawab semua pertanyaan ini...?

Ya.. Rabb... jangan biarkan kami dustakan lagi nikmat-Mu....