Tuesday, February 19, 2008
Ayat - Ayat Cinta
Pertama kali menonton film ini pun gw merasa amat kecewa...... filmnya sangat jauh dari khayalan gw...... tapi, kemudian gw berfikir dan bertanya dalam hati : "seandainya novel best seller ayat2 cinta tidak pernah diterbitkan sebagai sebuah buku, dan seandainya salman aresto, sang penulis skenario, murni menulis skenario ini tanpa diilhami dari ceritanya kang abik, andai film ini berdiri sendiri, tanpa didahului oleh sebuah novel best seller, apakah gw juga akan kecewa dengan film nya...?". pertanyaan ini membuat gw penasaran, lalu karena itu, gw coba tonton film ini sekali lagi, dengan tidak mencoba untuk membanding2 kan cerita di film dengan yang ada di novelnya.... hasilnya.... gw cukup tergugah dengan beberapa nilai yang dipasangkan di beberapa adegan, dan secara umum, film ini membuat gw terkesan.
Buat gw, film ayat-ayat cinta ini adalah film layar lebar pertama Indonesia yang memperkenalkan nilai nilai islam yang hingga saat ini masih asing bagi sebagian besar warga Indonesia. Nilai seperti seorang muslim dan muslimah yang non muhrim tidak boleh besentuhan, tidak ada pacaran dalam islam, taaruf, poligami, dll, yang walaupun digambarkan secara singkat dan dalam porsi minimal, tapi cukup untuk mengantarkan penontonnya ke sebuah wawasan yang lebih mendalam tentang islam. ada harapan bahwa seorang yang menyaksikan film ini akan bertanya2 tentang nilai2 yang digambarkan dalam film tsb, dan kemudian mencari tahu tentang kebenarannya. dari sini terbukalah peluang seseorang mengenal islam lebih jauh.
Lebih jauh, menurut gw, film ini pun bisa dijadikan modal bagi para dai untuk berdakwah... setidaknya diskusi tentang film ini dengan para mad'u bisa dijadikan obrolan pembuka untuk mengawali sharing nilai yang lebih dalam.
Tentang kualitas akting pemain dan pengambilan gambar, gw ga mau sok tahu untuk berkomentar, karena gw nggak berkompeten dalam hal ini. buat gw, hanung yang sudah sering mendapatkan penghargaan, tentu akan berjuang keras untuk membuktikan kualitasnya, termasuk dalam penentuan lakon, penggambaran karakter dan pengambilan gambar.
Wednesday, February 13, 2008
Catatan dari Banten (Bagian 5 - end)
Gw pengen minta tolong sama temen2 gw, tapi kalo gw minta tolong sama tuh para buaya, gw pasti diselametin, tapi setelah itu, mereka pasti bakal ngeledek ledek gw sampe puas…..hidup gw akan dihinakan…. nggak deh …. Hidup mulia atau mati syahid…..Gw sendiri aja nyelametin diri, gw ikutin petunjuk penjaga pantai : stay calm… tetap berada di atas papan seluncur, dan biarkan ombak ngebawa gw ke pinggir, lagian gw yakin posisi gw masih belum jauh dari tempat yang bisa dipijak, satu kali ngikutin ombak, insyaAllah gw selamet.…
Ombak pertama datang… here we go…. Ole….. sial…. Nih ombak malah ngebawa gw makin menjauh dari pantai… okeh, gw ga mau panik, gw tunggu ombak selanjutnya… yah… ombak kedua datang…. Hup… Ole……. Damn…. Gagal lagi, gw makin menjauh…… oh my God… gimana nih…… gw makin ketengah…… gw tau… ini pasti gara-gara kaki gw berada di dalam air, so arus bawah terus narik gw ke tengah……. okeh, ga perlu banyak cingcong, gw coba buktiin teori gw… ombak ketiga… oh God… kali ini lebih gede dari dua sebelumnya…. Cuma ada dua kemungkinan hasil dari ombak ini, gw selamet ke pinggir, atau ketarik lagi ketengah… (YAH IYA LAH……… yang nulis kayanya dodol ye… cocok tuh jadi presiden U.S and A). Kalo gw ketarik ke tengah lagi, dengan terpaksa gw bakal (sekali lagi dengan sangat terpaksa)minta monster-monster itu buat nolongin gw…. Makan tuh gengsi… gw masih pengen kawin…..
Gw angkat kaki gw sampai keseluruhan badan gw membentuk formasi pesawat terbang, dan ketika gw mendekat ke puncak ombak, gw kayuh tangan gw sekuat mungkin…… Ole…… yihaaaa… kali ini bener-bener ole… berhasil, gw kebawa ke pinggir….. phew…. Sand at last….. hahahahaha…. Selamet deh gw…. Bisa kawin lagi deh… dan yang terpenting, gw terhindar dari hinaan….. ya… terhindar dari hinaan (ingat……slogan gw, hidup mulia, atau mati syahid….).
Gw langsung berdiri, dan berusaha menjauh dari air, dengan sedikit gemeter, gw berjalan mendekati fajar, ucon, dan usep… lalu gw bujuk mereka untuk duduk dulu, alasannya, untuk kembali menemani TA dan budi yang terlihat masih trauma.. (padahal mah… gw nya yang deg…deg plus…..hehehehee….). kami un kembali duduk, tapi, sekali lagi, tidak untuk waktu yang lama….. kami kembali mencari ombak, dan kali ini, gw yang berinisiatif mengajak mereka pindah tempat, ke tempat yang lebih banyak orangnya… asumsi gw, tempat itu relative aman (karena kalo nggak, kenapa mereka banyak berenang disitu…). Sialnya, begitu sampai di tempat yang dituju, mas-mas berambut gimbal-gimbal bau, yang pake baju bertuliskan “Life Guard” menyerukan kepada seluruh pengunjung pantai untuk segera mendarat, karena pantai sudah mulai sangat tidak aman…. Kecele deh kite…..
Setelah puas foto-foto, kami segera beranjak meninggalkan pantai. Kami resmi menjadi cowok-cowok macho yang berhasil menaklukan laut….
Dari carita, kami nggak langsung pulang…. Kami bergerak menuju rumah Iim Silaturahim di Pandeglang, waktunya tempuhnya dari Carita kira-kira 1 Jam. Fajar, Gianto dan dukun Usep sudah pernah berkunjung ke rumah iim sebelumnya, jadi kami nggak terlalu kesulitan mencari rumahnya. Rumah iim terletak cukup jauh dari pusat peradaban kota pandeglang, letaknya sedikit di pelosok. Kalo pulang dari depok, biasanya iim minta dijemput oleh salah seorang keluarganya, di tempat angkot terakhir kali bisa dijangkau… atau, kalo masih agak sore, dia naik ojek. Hamparan sawah, jalan tanah yang becek, serta lubang besar menemani perjalanan kami menuju rumahnya. Kalo kami bingung untuk memilih arah jalan yang benar, kami tinggal Tanya ke penduduk sekitar… FYI, Iim cukup terkenal di daerah ini, secoro, dia adalah satu dari 2 orang di kecamatan itu yang masuk UI dan jadi sarjana….
Akhirnya kami tiba di rumah iim. Gw yang pertama masuk, dan langsung minta dianter iim ke kamar mandi… keseleb pipit men…. Waktu sampai dapur gw berpapasan dengan ibunya iim, yang sedang memasak sesuatu, gw pun mengucap salam, dan sungkem khas ikhwan (ke dua telapak tangan ditumpuk, dan di taruh di depan dada, lalu badan dibungkukan). Setelah sungkem, gw sempat melihat ibunya iim mengusap air mata… tadinya gw pikir itu air mata turun karena si ibu lagi motong bawang, tapi setelah gw perhatiin lagi, yang di goreng sama tuh ibu cuma rangginang… so… ternyata itu adalah air mata haru… hmm… kenapa terharu ya….? Mungkin si ibu terharu ngeliat tampang soleh gw dan melihat ada harapan si iim sembuh dari “penyakit” nya…. Well okey, analisa narsis…. Yang lebih tepat mungkin si ibu terharu dengan latar belakang UI kita yang itu juga tersemat di profile anaknya, mungkin beliau terkenang perjuangan Iim yang tidak bisa di bilang ringan untuk sampai menuntaskan pendidikan di jenjang S1(yang sangat-sangat jarang terjadi pada pemuda di kampungnya) di Universitas bergengsi pula…… Iim, si anak sunda asli (namanya aja sunda banget : Iim Abdurochim, sangat sangat sesuai pola penamaan sunda : Tettet Dungdungtet), berasal dari pedalaman pandeglang, kini menatap sukses sebagai seorang calon ekonom UI…. Ibu manapun pasti terharu….
Setelah makan malem, kami pamit dan kembali menuj rumah gw di kasemen. Fajar dan Ucon turun di tengah jalan menuju rumahnya masing-masing. Menyusul kemudian Dayat dan Gianto yang nekad balik ke depok tengah malem (diketahui kemudian bahwa dua anak ini nungguin mobil ampe 2 jam di pinggir jalan, dan baru tiba di depok pas subuh…… keciaaaan deh loh….). sementara TA, dan budi menginap di rumah gw dan baru balik besok paginya bareng gw, dengan menumpang bokap gw yang kebetulan ada urusan di Jakarta.
Well.. that’s all our story folks…. Masih akan ada kisah petualangan lain selanjutnya.. so… nantikan saja….
Next destination… : Jawa Tengah… coming up on march…
“Travelling ----- it leaves you speechless, then turns you into a storyteller”
Ibn Batuta
Catatan dari Banten (Bagian 4)
Selesai sholat dzuhur (yang di jamak dengan sholat ashar), kami berniat untuk berangkat ke carita, dan memuaskan hasrat kami untuk berenang di pantai berpasir (yang ga ditemui di pulau tunda). Iim, Arbi dan Inna mengundurkan diri dari perjalanan ini karena masih belum pulih dari Boot lag… mereka pun kembali ke rumah masing2. Perjalanan ke carita ditempuh dalam waktu 2 jam dari rumah gw.. kami memilih pantai di sebelah Lippo Carita untuk kami singgahi, karena pantainya bagus, dan tidak berkarang, ombaknya pun mengasyikkan…. (well, pasti ada alasan tertentu yang bagus lah untuk Lippo mendirikan cottage disana). Setibanya di sana, ternyata angin sangat kencang, plus diiringi hujan. Dapat dibayangkan ombaknya pun pasti menggila…. Yang lebih mengerikan lagi, tidak ada pengunjung yang ada disana sore itu, padahal hari itu adalah hari sabtu (pasti karena suatu alasan).
Setelah memarkir mobil, fajar menanyakan keamanan pantai sore itu pada si penjaga pantai. Yaa…. karena dia bertanya pada si penjaga pantai yang akan menerima uang masuk Rp. 15 ribu/rombongan dari kami kalau kami jadi berenang, tentu saja jawabannya adalah : ya.. aman… tambahan lagi si penjaga pantai beralasan, sore itu para pengunjung sudah pada pulang semua, itu sebabnya pantai sepi…..(menurut gw alasan ini ga masuk akal karena sabtu sore hingga maghrib adalah prime time di carita). Jujur aja gw merasa pantai saat itu sedang tidak aman, ombaknya gede-gede, dan pasti arus bawahnya nampol banget…. Tapi…. Hmmmm… jalan sejauh ini…. Cuma untuk pulang lagi…. Nggak deh…. Lagian kemaren kami juga udah menentang maut koq dengan nyebrang laut di tengah angin kencang… nyoba sekali lagi ga masalah lah….anggap aja bonus yang kemaren…. HUAJARRRR BLEH….
Dan kami pun menerjang ombak dengan badan kami. Di pinggir pantai itu, kami berlagak seperti soekarno yang berteriak lantang ke pada ombak “ini dadaku… mana dadamu…”. (dodol… mana lah mungkin ombak punya dada… yang nulis sakit nih…). Untuk menambah kesenangan, masing-masing kami menyewa papan seluncur dada seharga 5000. Ketika ombak hendak menerjang, kami balikkan badan kami, lalu melompat ke atas papan seluncur dada, memberikan ia hentakkan yang cukup untuk membawa kami menuruni ombak dan meluncur hingga ke pinggir pantai… yippie…. Semakin tinggi ombak yang datang, semakin girang hati kami dan semakin meledak teriakkan petualang kami… Yiiiiiii….haaaaaaa…….Sebetulnya gw masih merasa cemas dengan kondisi cuaca saat itu, tapi menunggangi ombak lebih menyita perhatian gw…. Well, ternyata cukup menyenangkan sekali-kali bermain dengan bahaya….
Kami semakin menggila, hingga sesekali kami memberanikan diri ke tengah untuk mendapat tunggangan ombak yang lebih besar. Setiap kali kami ke tengah, penjaga pantai selalu berteriak memperingatkan kami untuk kembali ke pinggir. Kami patuh, tapi tidak untuk waktu yang lama…. Usep, fajar dan ucon adalah yang paling lincah mencari ombak, mereka diuntungkan dengan status mereka sebagai penduduk banten, tentunya mereka bisa merasa lebih akrab dengan ombak sekitar, yang juga makhluk banten..(apaaan sih…. Statement nya ga meaning…) Dayat the crocoday pun tak kalah semangat membedah tepi laut… mungkin ia berharap bertemu Nyi Loro Kidul disana… sebagai seorang muslim, dayat percaya bahwa semua makhluk laut itu halal…. (……? FYI: pernyataan ini bebas konteks)
Ombak semakin menggila, dan terus menerjang kami dengan kekuatannya…. Saat itu air laut adalah agen ganda dari keselamatan dan bahaya. sisi atas air laut yang berupa ombak terus berusaha mendorong kami ke pinggir dan menjauhkan kami dari bahaya, sementara sisi bawah air laut, yaitu arus bawah menarik kami ke tengah laut, dengan tarikan yang bahkan lebih kuat dari ombak. Lebih dari itu, kombinasi ombak dan arus bawah, telah menyiapkan jebakan untuk siapa saja yang berenang saat itu, dengan menciptakan palung (cekungan)baru yang tak jauh dari bibir pantai. But then again, we still enjoyed the time…. Kami terus menggoda bahaya.
Gw masih sibuk mencari ombak dan meluncur menuju pantai saat gw dengar suara salah seorang penjaga pantai yang terdengar lebih keras dengan bantuan TOA. Gw tetap mencari ombak dan ga terlalu menggubris suara itu, sampai akhirnya gw sadar, semua penjaga pantai turun ke pinggir pantai dan menatap cemas ke lautan, sebagian dari mereka bahkan berlari menerjang ombak dengan membawa peralatan penunjang keselamatan…. .wow..wow…wow… sesuatu yang ga beres pasti telah terjadi…. Gw langsung berdiri dan melihat ke arah lautan… Oh my God…. Semua temen gw terbawa arus ke tengah, kecuali usep yang baru turun dari tunggangan ombaknya di pinggir pantai… ini adalah saat dimana bahaya membalas ejekan kami dani mengucapkan “no more Mr. Nice guy…. jerk….”
Nampak dari kejauhan bahwa kaki mereka seperti sudah tidak bisa lagi menginjak pasir….ada palung disana.. Gianto, dayat dan ucon Nampak mengelilingi budi, yang ternyata baru mereka tarik sedikit ke pinggir, dan menjauhi daerah berbahaya, tangan mereka mengacung-acung, meminta tambahan bantuan penjaga pantai untuk menyelamatkan fajar dan TA. Mata gw lalu berpindah ke TA dan fajar yang memang berdekatan, fajar terlihat cukup tenang untuk tetap berada di atas papan seluncurnya dan menanti ombak untuk membawanya ke pinggir, dia terlihat terus berteriak kepada TA dan mengatakan sesuatu… sementara TA… oh no…. dia tampak lemas dan sudah terlepas dari papan seluncurnya…. Ternyata TA panik ketika kakinya tidak lagi bisa menggapai pasir dibawah dan badannya terus terbawa ke tengah… dia melepas papan seluncurnya dan berusaha berenang ke pinggir, tapi tidak bisa karena arus balik sangat kuat, hingga akhirnya ia lemas, dan desperately meminta pertolongan ke fajar.
Gw menatap tegang dari jauh, berharap si penjaga pantai segera mencapai TA dan mendorongnya ke pantai, sehingga ia bisa selamat (nggak segitu tegangnya sih…sekelebat gw sempat terpikir untuk mengambil kamera TA di mobil dan mengabadikan moment ini… jarang-jarang kita dapet moment kudanil kelelep di laut… lumayan kan bisa di jual ke National Geographic… heheheee… silly thougt….. Peace TA….). dalam sekejap, si penjaga pantai berhasil menaikkan TA ke atas papan seluncurnya dan mendorong dia ke pantai, sambil menitipkan pesan untuk tetap berada di atas papan seluncur dan menunggu ombak membawanya ke pinggir.. Phew…. Akhirnya mereka semua selamat… Officially, Cuma TA dan Budi yang nyaris tenggelam, yang lainnya cukup mahir mengelabui bahaya ombak.
TA dan Budi terduduk lemas di atas pasir pantai, setelah kehabisan energy berjuang melawan ombak. Mereka tampak trauma dan belum berani menyentuh air laut. Kami kemudian berusaha mengajak mereka bicara dan sedikit menenangkan. Dan setelah mereka tampak tenang, kami kembali tertantang untuk sekali lagi menantang ombak. Kami tinggalkan TA dan budi di pinggir pantai dan kembali mencari ombak, kali ini di tempat yang berbeda… harapannya, kami tidak menjumpai palung seperti di tempat sebelumnya… yi..haaa… kami kembali bermain ombak. Kali ini tidak berusaha ke tengah… kapok… minimal untuk hari ini.
Gw ga mau ketinggalan, gw tetep liar mencari ombak yang tinggi, yang bisa membawa gw ke pinggir… dapat satu ombak, gw cari ombak lain yang lebih tinggi… sampai tiba – tiba… o..ow… gw kena kutukan laut… badan gw jadi lebih pendek, kaki gw ga bisa menjangkau pasir di bawah, padahal ini masih di pinggir… sial, ini pasti gara-gara gw make baju olimpiade UI yang ada gambar bebeknya..… but… oh.. no… ini bukan kutukan, gw di palung… crap……
Catatan dari Banten (Bagian 3)
Karena tidak membawa perlengkapan renang, dan karena cukup waras untuk tidak berenang bersama para buaya, inna hanya menikmati pemandangan dari pinggir pantai. Iim si mungil bersikap baik hati dengan menemani inna di pinggir pantai. Gw sempat berenang beberapa kali dan menikmati pemandangan bawah laut secara langsung, tapi ga begitu lama, karena di otak gw masih terbayang film dokumenter Planet Earth nya BBC tentang Shallow Seas…. Di film itu disebutkan bahwa laut dangkal adalah taman bermain buat ikan kecil, mereka banyak berkumpul disana, dan itu berarti adalah surga buat ikan yang lebih besar untuk menjalankan peran mereka sebagai predator…. Termasuk diantaranya HIU….. Hiiiii… HIUUU…. Jujur aja, gw suka ngeliat kegagahan hiu di TV, tapi gw ga mau bertatap muka secara langsung dengan monster itu…. Hiiii….. mukanya jelek, mulutnya monyong, giginya tonggos….(awas.. yang ngetawain gw dan bilang gw penakut… gw jitak….). Ngeliat pemandangan bawah laut dalam beberapa menit cukup membuat gw puas, dan setelah itu gw konsentrasi mengawasi perairan, kalau-kalau tuh monster tonggos muncul… kumpulan ikan kecil, dan darah temen2 gw jelas bakal memancing hiu untuk datang. As we know, hiu sangat sensitive terhadap darah, se sensitive penglihatan crocoday terhadap bibit unggul dan luna maya….. (awas…yang bilang gw parno gw selepet….). Tapi untunglah kekhawatiran gw ga terjadi (ini ga membuktikan gw parno loh ya…. Ingat loh… selepetan gw maut….), dan akhirnya kami semua kembali ke rumah teh romlah dengan selamat dan membawa foto2 syur….
Sabtu pagi kami bersiap kembali ke serang. Sebelum berangkat kami berkesempatan untuk sekali lagi mencicipi ikan kembung dan sambal teh romlah. Kemudian kami berpamitan, foto-foto, dan pulang dengan menggunakan kapal ferry pulau tunda, satu-satunya angkutan umum ke pulau itu, dan hanya beroperasi tiap hari rabu, sabtu dan senin. Biaya untuk menumpang kapal ferry itu cukup murah, yaitu, 13 Ribu rupiah. Kapal ferry pulau tunda ini cukup besar, dan memberikan rasa aman yang lebih kepada kami.
Namun sayang, ombak yang kami hadapi di perjalanan lebih besar dari hari sebelumnya.... kapal kami bergoyang gila diterjang ombak. inna, iim dan arbi langsung mempersenjatai diri dengan kantong kresek… keadaan mereka diperparah dengan posisi tempat duduk di kapal yang berada di pinggir dan saling berhadapan, seperti posisi tempat duduk dalam mikrolet. Kondisi seperti ini sangat mendukung perut untuk meluapkan segala yang dilimpahkan kepadanya dari kerongkongan, dan bikin kepala jadi pusing. Sementara iim, inna dan arbi terkulai meratapi nasib, gw dan yang lainnya duduk di depan kapal fery dan sekali lagi menikmati terjangan ombak dan hamparan lautan luas, sambil bercakap – cakap dengan beberapa pemuda lokal yang juga hobby mejeng di depan kapal. Dari percakapan itu kami dapat kabar bahwa perairan tempat kami berenang dan menikmati terumbu karang kemarin adalah perairan yang banyak dihuni oleh ikan HIU…… (see….. gw ga paranoid kan….).
Dengan kapal ferry, perjalanan dilakukan dengan lebih cepat. Dalam waktu 2 jam, kami sudah tiba di pelabuhan karangantu. Dengan menggunakan mobil gw, dan dengan mencarter angkot untuk mengangkut barang, kami berjalan menuju rumah gw yang Cuma 15 menit dari karangantu. Kami pun istirahat sampai siang hari disana. Di serang, gw sempet baca berita bahwa ternyata perairan banten sedang dalam kondisi yang gawat dan berbahaya, ombaknya cukup tinggi, dari 1,1 M, hingga 2,1 M, para nelayan banyak yang batal melaut beberapa hari ini. Itu berarti, perjalanan kami 2 hari ini adalah perjalanan nekad yang dilakoni oleh orang-orang “sakit”…. gila… untung selamet….
Catatan dari Banten (Bagian 2)
Gerombolan depok pun tiba, para pria berkumpul di Optik Bokap gw di Royal (Royal adalah nama jalan pusat perbelanjaan klasik di serang), sementara si inna, yang juga berasal dari serang, pulang ke rumahnya, dan baru akan bergabung besok pagi. Sebelum berangkat ke rumah gw, kami berbelanja bekal perjalanan dulu di Mal serang, Mal terbesar di kota serang, yang letaknya ga jauh dari Royal. Kami patungan 35 ribu per orang untuk belanja perbekalan ini. Setelah selesai berbelanja, kami pergi menuju ke rumah gw di daerah kasemen yang terletak di Banten lama, ga jauh dari pelabuhan karangantu tempat kami berangkat besok pagi. Perjalanan dari royal ke kasemen menumpuh waktu sekitar 40 menit, dengan meminjam mobil bokap gw..(hehehe… lumayan lah buat mereduksi biaya backpacking kami…). Sebetulnya waktu tempuhnya tidak selama itu, andai saja royal tidak macet, tapi, yah begitulah royal, selalu macet dan semrawut hampir sepanjang hari.
Di rumah gw, kami langsung disambut dengan hidangan yang menggugah selera, nyokap gw malam itu masak ayam bakar, ikan bakar, sayur asem, bebek pangang, dan sate daging sapi (yang ini kelasnya bintang lima) yang muantabbb….
Buat ucon yang ga suka ikan, ayam dan sate daging plus emping adalah hidangan yang menyenangkan. Buat gw, fajar, dan TA yang pemakan segala, ini surga..…. Yummy…. Selesai makan, kami (minus gianto yang sudah tidur dengan gaya akrobatik…. Ini serius, bukan berlebihan, benar-benar akrobatik..) mendiskusikan rencana untuk esok hari. Mengacu pada tanggapan polair, diskusi kami kemudian lebih banyak merencanakan rencana lain seandainya rencana ke pulau tunda batal. Diskusi itu ditutup dengan jokes-jokes usep dan anak2 kosan sampai kami semua tertidur mesra...
Sampai di pelabuhan, kami merasakan angin yang bertiup kencang. Ucon langsung turun menghampiri pak harto dan menanyakan pendapatnya… eng ing eng…… Jadi ... Kami tetap berangkat….…dengan lega dan bercampur sedikit cemas (pak harto enak orang bugis, nyawanya 10, nah kita…kalo jadi jenazah di laut gimana… bakalan jadi halal dong buat sumanto… secara… jenazah laut kan halal), kami mulai memasukkan barang ke perahu boot, dan tak lama kemudian, perahu pun jalan….
Di tengah perjalanan tak ada pemandangan lain selain air yang memenuhi seluruh penglihatan, hanya sesekali terlihat pulau kecil dan kawanan burung bangau yang melintas. Ombak di tengah laut mencapai tinggi 1 meter bahkan lebih, cukup untuk membuat inna, arbi dan iim mabok… sementara yang lain, tetap ceria dan bercanda konyol sambil menikmati goyangan ombak dan cipratan (tepatnya guyuran) air laut. Di tengah laut ini, ego manusia gw terkikis…. Sewaktu di darat gw bisa dengan PD merasa masih cukup kuat untuk hidup 100 tahun lagi, tapi di sini, di tengah lautan luas, nyawa gw ga lebih panjang dari lebar perahu pak harto…..
Setelah 2, 5 jam menyeberangi lautan, kami tiba di pulau tunda. Inna yang masih boot lag (apaan tuh… ?)langsung mencari rumah saudaranya yang bernama teh Romlah. Kami para pria membuntutinya di belakang. Populasi pulau tunda tidak lebih besar dari komplek rumah gw, jadi dengan mudah kita bisa bertanya dan menemukan rumah teh romlah. Dalam perjalanan menuju rumah teh romlah kami melihat seperangkat sel solar yang kami duga digunakan oleh penduduk untuk mensuplai listrik di pulau ini. Canggih juga ya… teknologi kaya gitu bisa masuk ke pulau kecil ini… namun demikian karena keterbatasan daya, listrik hanya bisa digunakan pada malam hari. Setibanya di rumah teh romlah, kami beristirahat sejenak, sholat jumat di masjid pulau tunda, lalu menuju pantai barat untuk mencari spot yang oke untuk mendirikan tenda. Di pantai barat kami menemukan satu spot kandidat tempat tenda didirikan, dan menara pemantau, tempat yang asyik buat foto-foto…..
To be honest, pemandangan dan objek di pulau tunda tidak sebagus yang kami bayangkan, bahkan di pantai barat sekalipun, kami cuma disuguhkan dengan pantai yang penuh dengan karang2 yang sudah mati….. Jelas, terumbu karang di pulau ini berada diluar 6% terumbu karang yang dirawat oleh pemerintah negeri ini (ya, Cuma 6%, padahal Indonesia adalah Negara dengan keragaman hayati dan hewani bawah laut terkaya di Dunia). Terumbu-trumbu karang ini sepertinya rusak oleh sampah dan kotoran bokong2 tidak bertanggung jawab……
Catatan dari Banten (Bagian 1)
Yup.. akhirnya setelah berbulan bulan tertunda, rencana backpacking ke pulau tunda yang udah direncanakan sampe gosong itu ga lagi ke tunda… dari hasil rapat terakhir, disepakati akan ada 13 backpacker yang bakalan ikut nimbrung dalam perjalanan ini. Mereka terdiri dari 6 orang anak kosan sumur buaya (kosan gw,-red : Fajar Tulyakbay, Budi, Gianto, Dayat the Crocoday, Iim Silaturahim, and of course….The one and only…… Me….), 3 orang keluarga Karundang (Dukun Usep,Nike Kakanya Usep, dan Nita ade nya usep), Inna si tuan tanah pulau tunda (dia punya saudara yang tinggal di pulau tunda), Furqon the ucon si native speaker, TA (Tengku Azamat)si jumbo dan Arbi the Tukang fried rice (tampang dan gaya becandanya mendukung julukan tersebut), 2 orang fotografer yang punya kamera SLR canggih dan bisa memuaskan nafsu foto-foto narsis para buaya. Sebetulnya masih ada beberapa orang lagi yang sebelumnya positif ikut, tapi karena ada tragedi Jum’at dodol, (disebut jumat dodol karena ada seorang menteri *&^% yang secara dodol memutuskan untuk membatalkan cuti bersama 2 hari sebelum waktu liburan panjang dimulai…. Analisa gw, mungkin nih menteri terlalu sibuk makan dodol sampe gak sempet ngereview cuti bersama) akhirnya mereka batal ikut… damn…
Malam sebelum keberangkatan, korban jumat dodol bertambah 2 orang, nita dan nike ga jadi berangkat, akhirnya peserta tur berkurang menjadi 11 orang, terdiri dari 9 orang buaya, 1 orang cowo keren berambut kribo tapi cepak, dan 1 orang akhwat…. WHAT… 1 orang akhwat… nah loh… bisa di demo sama GJJ (Gerombolan Jilbab Jenggot) nih…. Seketika para buaya yang ada di kosan, dengan penuh semangat( maksud gw “semangat”) mengerahkan seluruh pulsa dan kebuayaannya untuk mengundang akhwat2 lain yang mereka kenal untuk ikut joint dalam tur ini, tentunya undangan tersebut telah dipertimbangkan terlebih dahulu oleh insting kebuayaan mereka… malam pun berlalu, dan usaha para buaya gagal.
Kami akhirnya berangkat, inna, the only akhwat, terlalu baik untuk batal ikut, dia merasa ga enak sama peserta lainnya, karena kalo dia ga ikut, tour ini akan batal di hari keberangkatannya (secara.. fasilitator pulau tunda ini kan si inna). Lagipula, di pulau tunda kan si inna akan tinggal bersama keluarganya… so, show will go on… tarik maang…..
Begini skenarionya… Hari kamis, kami semua berangkat menuju serang dan menginap di rumah gw sambil menikmati malam dengan hidangan khas keluarga gw. Ke esokan Paginya, kami akan bergegas menuju pulau tunda, sepagi mungkin karena kami para pria ga mau ketinggalan sholat jumat (jarang kan ada buaya yang masih inget sholat). Trus sabtu nya kami pulang dan tiba di rumah dengan selamat. Rencana pun dijalankan….. gw, fajar, dan ucon sebagai pribumi di tanah banten berangkat duluan untuk mempersiapkan karpet merah menyambut kedatangan tamu-tamu depok yang terhormat ini… hueeek…. Nggak sudi….
Gw dan ucon pergi ke pelabuhan buat sewa boot, sedang kan si tulyakbay pulang ke rumah karena kangen sama mamanya (…..#$@%#$^…. ?). back to my job, setelah 1 jam berkeliling pelabuhan, akhirnya diputuskan unuk menyewa boot bermesin besar seharga 400 ribu/ hari. Sebetulnya kami dapat tawaran boot yang lebih murah Rp. 300 Ribu/hari, tapi mesinnya lebih kecil, gw dan ucon menilai boot yang mesinnya lebih kecil itu bakalan kurang nampol kalo berhadapan dengan ombak besar.
Nelayan yang akan mengantar kami ke pulau tunda bernama soeharto, beliau nelayan asal bugis yang mencari peruntungan di banten (makin mantep deh gw, bugis gitu loooh… kalo di laut bisa napas pake insang, dan nyawanya 10, walaupun kalo ilang 1, ilang smua…..). Saat tawar menawar harga berlangsung, juragan pemilik perahu boot kebetulan hadir. Kedatangan beliau sebetulnya bukan untuk ikutan nego, tapi untuk berkoordinasi dengan si nelayan soal rencana beliau mancing esok hari. Seusai tawar menawar, obrolan kami pun berlanjut dengan sang pemilik perahu. Seperti obrolan orang tua – anak muda pada umumnya, obrolan saat itu banyak diisi dengan cerita pengalaman si pemilik, plus wejangan dan hikmahnya. Dari cerita beliau, diketahuilah bahwa beliau ternyata adalah pensiunan marinir yang setelah pensiun memutuskan untuk mencari nafkah dari mencari ikan di laut. Banyak cerita-cerita bermakna yang beliau bagi ke kami hari itu, salah satu yang berkesan adalah pengakuan beliau bahwa dulu sewaktu masih aktif menjadi marinir, beliau sering mendapatkan uang “panas” dari tempat2 yang kurang jelas, tapi kemudian beliau bertobat karena merasa uang berlimpah yang beliau terima terasa kurang berkah dan tidak termanfaatkan maksimal untuk membahagiakan kehidupan beliau dan keluarganya. Beliau bilang : “memang uang setan itu hanya akan dinikmati oleh setan”…… Mantabbbb…
Oh iya, di pelabuhan gw sempet berkoordinasi dengan Polair setempat, menanyakan nomor2 darurat, dan meminta pandangan mereka tentang perjalanan kami. Tanggapannya, tidak seperti yang kami harapkan. Para polair ini tidak merekomendasikan kami untuk berangkat, karena menurut mereka cuaca sedang tidak bersahabat, dan angin lagi kencang….. Hmmm… . akan ada pembahasan serius nih di rumah gw…