Wednesday, February 13, 2008

Catatan dari Banten (Bagian 4)

Selesai sholat dzuhur (yang di jamak dengan sholat ashar), kami berniat untuk berangkat ke carita, dan memuaskan hasrat kami untuk berenang di pantai berpasir (yang ga ditemui di pulau tunda). Iim, Arbi dan Inna mengundurkan diri dari perjalanan ini karena masih belum pulih dari Boot lag… mereka pun kembali ke rumah masing2. Perjalanan ke carita ditempuh dalam waktu 2 jam dari rumah gw.. kami memilih pantai di sebelah Lippo Carita untuk kami singgahi, karena pantainya bagus, dan tidak berkarang, ombaknya pun mengasyikkan…. (well, pasti ada alasan tertentu yang bagus lah untuk Lippo mendirikan cottage disana). Setibanya di sana, ternyata angin sangat kencang, plus diiringi hujan. Dapat dibayangkan ombaknya pun pasti menggila…. Yang lebih mengerikan lagi, tidak ada pengunjung yang ada disana sore itu, padahal hari itu adalah hari sabtu (pasti karena suatu alasan).

Setelah memarkir mobil, fajar menanyakan keamanan pantai sore itu pada si penjaga pantai. Yaa…. karena dia bertanya pada si penjaga pantai yang akan menerima uang masuk Rp. 15 ribu/rombongan dari kami kalau kami jadi berenang, tentu saja jawabannya adalah : ya.. aman… tambahan lagi si penjaga pantai beralasan, sore itu para pengunjung sudah pada pulang semua, itu sebabnya pantai sepi…..(menurut gw alasan ini ga masuk akal karena sabtu sore hingga maghrib adalah prime time di carita). Jujur aja gw merasa pantai saat itu sedang tidak aman, ombaknya gede-gede, dan pasti arus bawahnya nampol banget…. Tapi…. Hmmmm… jalan sejauh ini…. Cuma untuk pulang lagi…. Nggak deh…. Lagian kemaren kami juga udah menentang maut koq dengan nyebrang laut di tengah angin kencang… nyoba sekali lagi ga masalah lah….anggap aja bonus yang kemaren…. HUAJARRRR BLEH….

Dan kami pun menerjang ombak dengan badan kami. Di pinggir pantai itu, kami berlagak seperti soekarno yang berteriak lantang ke pada ombak “ini dadaku… mana dadamu…”. (dodol… mana lah mungkin ombak punya dada… yang nulis sakit nih…). Untuk menambah kesenangan, masing-masing kami menyewa papan seluncur dada seharga 5000. Ketika ombak hendak menerjang, kami balikkan badan kami, lalu melompat ke atas papan seluncur dada, memberikan ia hentakkan yang cukup untuk membawa kami menuruni ombak dan meluncur hingga ke pinggir pantai… yippie…. Semakin tinggi ombak yang datang, semakin girang hati kami dan semakin meledak teriakkan petualang kami… Yiiiiiii….haaaaaaa…….Sebetulnya gw masih merasa cemas dengan kondisi cuaca saat itu, tapi menunggangi ombak lebih menyita perhatian gw…. Well, ternyata cukup menyenangkan sekali-kali bermain dengan bahaya….

Kami semakin menggila, hingga sesekali kami memberanikan diri ke tengah untuk mendapat tunggangan ombak yang lebih besar. Setiap kali kami ke tengah, penjaga pantai selalu berteriak memperingatkan kami untuk kembali ke pinggir. Kami patuh, tapi tidak untuk waktu yang lama…. Usep, fajar dan ucon adalah yang paling lincah mencari ombak, mereka diuntungkan dengan status mereka sebagai penduduk banten, tentunya mereka bisa merasa lebih akrab dengan ombak sekitar, yang juga makhluk banten..(apaaan sih…. Statement nya ga meaning…) Dayat the crocoday pun tak kalah semangat membedah tepi laut… mungkin ia berharap bertemu Nyi Loro Kidul disana… sebagai seorang muslim, dayat percaya bahwa semua makhluk laut itu halal…. (……? FYI: pernyataan ini bebas konteks)

Ombak semakin menggila, dan terus menerjang kami dengan kekuatannya…. Saat itu air laut adalah agen ganda dari keselamatan dan bahaya. sisi atas air laut yang berupa ombak terus berusaha mendorong kami ke pinggir dan menjauhkan kami dari bahaya, sementara sisi bawah air laut, yaitu arus bawah menarik kami ke tengah laut, dengan tarikan yang bahkan lebih kuat dari ombak. Lebih dari itu, kombinasi ombak dan arus bawah, telah menyiapkan jebakan untuk siapa saja yang berenang saat itu, dengan menciptakan palung (cekungan)baru yang tak jauh dari bibir pantai. But then again, we still enjoyed the time…. Kami terus menggoda bahaya.

Gw masih sibuk mencari ombak dan meluncur menuju pantai saat gw dengar suara salah seorang penjaga pantai yang terdengar lebih keras dengan bantuan TOA. Gw tetap mencari ombak dan ga terlalu menggubris suara itu, sampai akhirnya gw sadar, semua penjaga pantai turun ke pinggir pantai dan menatap cemas ke lautan, sebagian dari mereka bahkan berlari menerjang ombak dengan membawa peralatan penunjang keselamatan…. .wow..wow…wow… sesuatu yang ga beres pasti telah terjadi…. Gw langsung berdiri dan melihat ke arah lautan… Oh my God…. Semua temen gw terbawa arus ke tengah, kecuali usep yang baru turun dari tunggangan ombaknya di pinggir pantai… ini adalah saat dimana bahaya membalas ejekan kami dani mengucapkan “no more Mr. Nice guy…. jerk….”

Nampak dari kejauhan bahwa kaki mereka seperti sudah tidak bisa lagi menginjak pasir….ada palung disana.. Gianto, dayat dan ucon Nampak mengelilingi budi, yang ternyata baru mereka tarik sedikit ke pinggir, dan menjauhi daerah berbahaya, tangan mereka mengacung-acung, meminta tambahan bantuan penjaga pantai untuk menyelamatkan fajar dan TA. Mata gw lalu berpindah ke TA dan fajar yang memang berdekatan, fajar terlihat cukup tenang untuk tetap berada di atas papan seluncurnya dan menanti ombak untuk membawanya ke pinggir, dia terlihat terus berteriak kepada TA dan mengatakan sesuatu… sementara TA… oh no…. dia tampak lemas dan sudah terlepas dari papan seluncurnya…. Ternyata TA panik ketika kakinya tidak lagi bisa menggapai pasir dibawah dan badannya terus terbawa ke tengah… dia melepas papan seluncurnya dan berusaha berenang ke pinggir, tapi tidak bisa karena arus balik sangat kuat, hingga akhirnya ia lemas, dan desperately meminta pertolongan ke fajar.

Gw menatap tegang dari jauh, berharap si penjaga pantai segera mencapai TA dan mendorongnya ke pantai, sehingga ia bisa selamat (nggak segitu tegangnya sih…sekelebat gw sempat terpikir untuk mengambil kamera TA di mobil dan mengabadikan moment ini… jarang-jarang kita dapet moment kudanil kelelep di laut… lumayan kan bisa di jual ke National Geographic… heheheee… silly thougt….. Peace TA….). dalam sekejap, si penjaga pantai berhasil menaikkan TA ke atas papan seluncurnya dan mendorong dia ke pantai, sambil menitipkan pesan untuk tetap berada di atas papan seluncur dan menunggu ombak membawanya ke pinggir.. Phew…. Akhirnya mereka semua selamat… Officially, Cuma TA dan Budi yang nyaris tenggelam, yang lainnya cukup mahir mengelabui bahaya ombak.

TA dan Budi terduduk lemas di atas pasir pantai, setelah kehabisan energy berjuang melawan ombak. Mereka tampak trauma dan belum berani menyentuh air laut. Kami kemudian berusaha mengajak mereka bicara dan sedikit menenangkan. Dan setelah mereka tampak tenang, kami kembali tertantang untuk sekali lagi menantang ombak. Kami tinggalkan TA dan budi di pinggir pantai dan kembali mencari ombak, kali ini di tempat yang berbeda… harapannya, kami tidak menjumpai palung seperti di tempat sebelumnya… yi..haaa… kami kembali bermain ombak. Kali ini tidak berusaha ke tengah… kapok… minimal untuk hari ini.

Gw ga mau ketinggalan, gw tetep liar mencari ombak yang tinggi, yang bisa membawa gw ke pinggir… dapat satu ombak, gw cari ombak lain yang lebih tinggi… sampai tiba – tiba… o..ow… gw kena kutukan laut… badan gw jadi lebih pendek, kaki gw ga bisa menjangkau pasir di bawah, padahal ini masih di pinggir… sial, ini pasti gara-gara gw make baju olimpiade UI yang ada gambar bebeknya..… but… oh.. no… ini bukan kutukan, gw di palung… crap……

No comments: