Saturday, August 25, 2007

Tentang Lapindo

Dulu gw adalah orang yang bener-bener ngeliat kasus lapindo sebagai kesalahan mutlak keluarga Bakrie. Gw juga bener-bener mengutuk pemerintah karena terlampau lemah terhadap konglomerat dan betapa pemerintah terlalu berpihak padanya. Tapi sekarang, pandangan gw itu sedikit bergeser (sedikit loh) setelah gw berdiskusi dengan vice president salah satu Bank swasta terkemuka di negeri ini, dalam satu sesi interview. Si bos itu coba ngajak gw buat put my feet on the CEO Lapindo shoes. Dari situ akhirnya gw dapet sudut pandang yang lebih luas dalam melihat masalah ini.

Begini, kalo ga salah, Lumpur itu muncrat ke permukaan akibat ada mata bor yang patah di kedalaman tertentu sedemikian sehingga, gas-gas yang ada pada kedalaman tersebut mempunyai ruang untuk berpindah tempat ke daerah dengan tekanan lebih rendah sambil membawa serta partikel-partikel bumi yang ada di sekelilingnya. Jadi letak awal kesalahannya adalah dalam penggunaan dan pemilihan mata bor tersebut. kuat dugaan bahwa mata bor yang digunakan tersebut, adalah mata bor dengan kualitas yang sedikit di bawah kualitas yang disyaratkan untuk pengeboran tersebut, namun tetap digunakan dengan alasan meminimalisir biaya produksi. Dari sini memang tampak bahwa lapindo telah lalai, tapi hey, tidakkah pola pikir seperti itu tidak asing kita dengar??? Menurunkan sedikit kualitas agar biaya produksi kecil yang penting barang tetap jadi dan keliatan bagus. Contoh kecil dan sering kita temui adalah penggunaan helm batok oleh para pengguna motor di Jakarta. Helm ini tidak cukup kuat melindungi penggunanya dari benturan, tapi ia cukup laku di pasaran karena harganya murah, dan penggunanya tetap bisa melenggang di jalanan tanpa perlu khawatir di tilang polisi. Contoh lain adalah penggunaan minyak jelantah dalam memasak, yang ini umum dilakukan oleh banyak ibu-ibu rumah tangga di seluruh Indonesia, baik yang berpendidikan tinggi ataupun yang tidak berpendidikan. Ibu-ibu itu berpikir ekonomis, demi menghemat pengeluaran bulanan. Toh rasa masakannya pun tak terlalu jauh berbeda.

Jadi, kelalaian yang dilakukan oleh para perencana pengeboran di Lapindo, adalah kelalaian yang umum dilakukan oleh banyak elemen masyarakat di negara ini. Siapapun orang yang berada pada posisi mereka, mungkin juga akan melakukan kelalaian yang sama. Jadi kesalahan ini, beserta akibatnya yang maha dahsyat, sesungguhnya bukan saja teguran, jika tidak mau dikatakan Adzab, bagi keluarga bakrie dan Lapindonya, tapi ini juga teguran bagi seluruh warga Indonesia atas pola pikir yang demikian terbelakang yang telah terinternalisasi secara turun temurun dari generasi ke generasi. Dan agaknya Allah memang mengarahkan agar kita semua juga turut ambil bagian dalam menjawab teguran ini. Bakrie dan Lapindo jelas tidak akan punya cukup biaya untuk menutupi seluruh kerusakan yang ada. Pemerintahpun sudah nyaris angkat tangan dalam kasus ini, bahkan para ilmuwan cerdas dalam dan luar negeri yang sukarela menangani kasus ini dibuat ampun-ampunan tidak berdaya, mereka sudah putus asa dengan segala usaha yang telah mereka lakukan. Kasus ini benar-benar berada di luar jangkaun manusia yang hidup sekarang. Salah seorang ilmuwan dari universitas negeri ternama di indonesia ada yang secara spontan, setengah berputus asa, mengatakan bahwa hanya taubat dari seluruh warga negara indonesia lah yang bisa menanggulangi musibah ini. Dan mungkin memang itulah solusinya, karena jika tidak, beberapa masa ke depan, bukan hanya sidoarjo yang harus kita relakan di elan Bumi, tapi mungkin juga seluruh Indonesia. Wallahu Alam Bi Showab..........


No comments: